Seiring dengan berjalannya waktu, kebijakan pemerintah terkait Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) semakin menjadi sorotan. Banyak karyawan yang merasa terbebani dengan adanya kebijakan ini.
Tapera adalah program pemerintah yang bertujuan untuk membantu masyarakat memiliki rumah. Program ini sebenarnya bukan aturan baru, Aparatur Sipil Negara (ASN) sudah menjalankan lebih dulu pada Januari 2021. Namun, implementasinya pada karyawan swasta dan freelancer baru-baru ini menjadi sorotan.
Salah satu karyawan, Melda, mengungkapkan keberatannya terhadap aturan iuran dana Tapera. Menurutnya, aturan ini akan berdampak pada pemotongan upah setiap bulan. Melda mengaku, gaji yang diterima setiap bulan dari perusahaan itu yakni Rp 5.000.000. Jika jumlah tersebut dipotong tiga persen, artinya, upah perempuan 27 tahun itu berkurang Rp 150.000. Dengan demikian ia hanya menerima Rp 4.850.000.
Selain Melda, Riza yang merupakan pegawai salah satu pabrik di Jakarta Barat juga keberatan terkait soal Tapera karena gajinya sudah banyak dipotong untuk berbagai iuran wajib dari pemerintah. Kenaikan gaji Riza per tahun dianggap tidak seberapa dengan pemotongan iuran wajib. Belum lagi, barang-barang untuk memenuhi kebutuhan semakin hari makin mahal.
Para pekerja tak hanya menolak wacana program Tapera karena gaji mereka pas-pasangan, melainkan juga ada kecurigaan mengenai pencarian ke depannya yang sulit. Sebagai informasi, peserta dapat melakukan pencairan dana Tapera ketika masa kepesertaan berakhir.
Dengan adanya kebijakan Tapera ini, banyak karyawan yang merasa terbebani. Mereka merasa bahwa gaji mereka yang sudah pas-pasan akan semakin berkurang dengan adanya potongan iuran Tapera. Selain itu, mereka juga khawatir tentang pencairan dana Tapera di masa depan. Oleh karena itu, pemerintah perlu mempertimbangkan kembali kebijakan ini dan mencari solusi yang lebih baik untuk membantu masyarakat memiliki rumah tanpa harus membebani mereka.
