Susu formula, sebuah alternatif bagi ibu yang tidak bisa atau memilih untuk tidak menyusui, telah menjadi bagian integral dari diet bayi di seluruh dunia. Namun, apa yang tampak sebagai solusi praktis ini memiliki sisi gelap yang sering kali terabaikan: kandungan gula yang tinggi.
Penelitian baru menunjukkan bahwa sebagian besar susu formula yang beredar di pasaran mengandung lebih banyak gula dan karbohidrat daripada ASI. Kadar gula dan laktosa pada ASI berubah sesuai dengan kebutuhan bayi, tetapi susu formula tidak dapat melakukan hal yang sama.
Ketika bayi minum susu formula yang memiliki kandungan gula yang tinggi, ini dapat meningkatkan risiko obesitas, kerusakan gigi, diabetes dan banyak lagi pada jangka panjang. Bahkan, konsumsi gula berlebih dalam jangka panjang dapat meningkatkan gula darah dan tekanan darah, sehingga turut menimbulkan hipertensi, kolesterol tinggi, dan risiko penyakit jantung.
Konsumsi susu formula dapat berpengaruh pada status gizi anak. Jika pemberian susu formula terlalu encer, maka akan mengakibatkan asupan gizi untuk tubuh bayi kurang. Sebaliknya, jika pemberian susu formula terlalu kental dan banyak, maka dapat mengakibatkan gizi lebih.
Gizi lebih pada bayi yang diberikan susu formula dapat berdampak pada status gizi bayi. Status gizi lebih jika tidak ditangani akan menyebabkan obesitas serta mengganggu pertumbuhan dan perkembangan. Selain itu, bayi yang menerima susu formula juga berisiko lebih tinggi untuk menderita diabetes tipe 1 dan 2, eksim, infeksi saluran pernapasan, dan lainnya.
Susu formula mungkin tampak sebagai solusi yang mudah dan nyaman, tetapi kandungan gula yang tinggi dapat membawa dampak negatif bagi kesehatan bayi. Oleh karena itu, penting bagi orang tua untuk memahami risiko yang terkait dan membuat keputusan yang tepat untuk kesehatan dan kesejahteraan anak mereka.